Menyaksikan konser tunggal
Javajazz
dengan formasi baru tanpa mendengarkan album mereka terlebih dahulu
menjadi tantangan tersendiri buat saya. Mengapa tidak? Sekitar 11 tahun
yang lalu saya menonton konser mereka dan saat itu pun musik mereka
sudah membuat saya terpukau. Dan pada tanggal 10 untuk pertama kalinya
semenjak konser terakhir mereka, Javajazz kembali tampil, dan tidak
hanya itu. Kita tahu alm.
Embong Rahardjo sudah meninggal beberapa saat yang lalu, dan saat ini kali pertama juga Javajazz tampil tanpa alm. mas
Embong Rahardjo.
Bisa dibayangkan kenapa saya deg-degan, diantara ekspektasi dan tanda
tanya berkaitan dengan seperti apa musik Javajazz formasi baru pada saat
mereka tampil.
Seperti kita ketahui, formasi baru Javajazz yang
tampil pada konser tunggal yang sekaligus menandai diluncurkannya album
baru mereka yang berjudul
"Joy Joy Joy", bukanlah formasi yang benar-benar baru, tapi lebih pada formasi pertama mereka plus digantikannya posisi alm. mas
Embong Rahardjo (sax & flute) dengan
Dewa Budjana (gitar) yang juga anggota Javajazz formasi kedua, dimana pada saat itu (1993), formasi mereka hampir seluruhnya baru kecuali
Indra Lesmana dan mas
Embong (gitar:
Budjana, drum:
Cendy Luntungan, perkusi:
Ron Reeves).
Banyak yang menyangka hadirnya
Budjana pada formasi terakhir Javajazz ini untuk menggantikan alm. mas
Embong, tapi buat saya memang tidak ada yang bisa menggantikan keberadaan alm. mas
Embong, dan memang itu pula yang saya dapati pada konser malam itu. Kembalinya
Budjana
tidak dipungkiri memberikan darah baru dan warna tersendiri, dan ini
menjadikan Javajazz seperti dilahirkan kembali dengan penampilan dan
warna baru.
- Dewa Budjana & Donny Suhendro
Memiliki dua gitaris dalam satu band merupakan suatu hal yang biasa, tapi memiliki seorang
Dewa Budjana dan
Donny Suhendra
dalam satu band itu menurut saya adalah hal yang luar biasa. Mengapa
tidak? Memiliki dua gitaris sekaliber mereka berdua diatas yang
sama-sama memiliki kemampuan diatas rata-rata tentu bukanlah hal yang
mudah, apalagi kedua gitaris ini punya karakter bermusik dan jenis
pilihan sound mereka sendiri. Namun justru dengan kematangan bermusik
yang mereka miliki, mereka berhasil meramu dan membagi porsi
masing-masing dalam tiap-tiap lagu tanpa saling "memakan". Pendekatan
progresif
Budjana dengan sound gitar yang rough dan cenderung rock kontemporer ditunjukkan dalam lagu yang berjudul
"Border Line" dan
"Java's Weather" serta
Budjana juga memainkan Banjo pada beberapa nomer seperti pada
"Exit Permit".
Budjana sangat menonjol pada kebanyakan lagu-lagu baru yang ditampilkan pada album ini. Sementara
Donny dengan ciri fusion nya yang khas sangat ketara pada lagu-lagu yang diambil pada album-album sebelumnya seperti
"The Seeker" dan
"Bulan di Atas Asia".
- Indra Lesmana dengan Breath Controller
Lalu bagaimana peranan alat musik tiup yang pada album-album sebelumnya sangat menonjol dengan adanya alm. mas
Embong? Pada porsi ini,
Indra Lesmana
yang memang selama beberapa tahun terakhir menunjukkan ketertarikan
terhadap alat musik Pianika (setidaknya inilah alat baru yang sering
digunakan oleh Indra saat di panggung), mencoba mengangkat spirit alm.
mas
Embong saat beliau masih di Javajazz. Bukan hanya pianika
elektronik yang sering ia gunakan tapi juga ia menggunakan breath
controller untuk mengatur velocity (kuat tidaknya suara yang keluar)
pada keyboardnya. Efek yang didapat ya hampir menyerupai alat musik tiup
hanya memang tidak bisa semulus saxophone, karena sangat dibatasi oleh
balok-balok keys.
- Gilang Ramadhan
- AS Mates
Gilang Ramadhan dan
AS Mates bisa disebut sebagai penjaga ritem yang sangat disiplin. Berbeda dengan
Cendy Luntungan yang ekspresif,
Gilang
menunjukkan style bermain yang mengkombinasikan power dan disiplin.
Seperti seorang drummer rock dengan pendekatan kontemporer jazz.
Sementara
Mates juga bermain dalam pagar-pagar chord dengan disiplin. Ya persis seperti
Mates yang saya bayangkan.
- Indra Lesmana & Dewa Budjana
- Javajazz 2009
Secara
keseluruhan konser tunggal mereka memang menyuguhkan nafas baru yang
menurut saya pribadi cukup menyegarkan, dan sangat saya rekomendasikan
unuk di tonton. Satu hal yang agak mengganggu mungkin datang dari sound
system yang menurut saya agak kurang seimbang (balance), atau mungkin
juga kapasitas speaker yang tidak memadai. Dimana sepertinya suara gitar
Budjana terlalu keras sehingga suara yang keluar sering agak pecah. Di beberapa saat suara Banjo
Budjana
pun sempat hilang-hilang beberapa kali, ya sedikit banyak buat saya
cukup mengganggu. Diluar komposisi mereka yang cukup segar tersebut.
Jakarta, 11 Desember 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar